Proyek Pelindo III Berlokasi Sekitar Perairan Teluk Benoa, Zona Terumbu Karang

Nasional336 Dilihat

Denpasar – Pengembangan Pelabuhan Benoa Bali sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN), dijadwalkan sepenuhnya rampung pada pertengahan tahun 2023. PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III (Persero) terlihat begitu ambisius menggarap proyek pembangunannya dekat Teluk Benoa, Bali, perairan yang sebelumnya kerap didemo kelompok tolak reklamasi di era 2016 hingga 2020 lalu. Namun anehnya mega proyek ini tidak ada unjuk rasa penolakan dari desa adat dan aktivis yang mengaku peduli lingkungan.

Dari pantauan media ini, di lokasi proyek pengembangan Pelabuhan Benoa ini nampak aktivitas buruh dan alat berat begitu masif melakukan pengurugan laut atau reklamasi.

Disebutkan pula ke depan juga akan mengerjakan proyek pengerukan serta pemotongan terumbu karang pada alur kapal dan kolam pelabuhan tahap 2 untuk akses rencana induk pelabuhan (RIP) menuju lahan proyek reklamasi yang sudah terbentuk pada damping 1 dan damping 2.

Terkait persoalan ini, Dosen Jurusan Perikanan dan Ilmu Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Warmadewa Denpasar, I Ketut Sudiarta saat dikonfirmasi mengatakan, dalam pemotongan terumbu karang harus ada kajian khusus dan sosialisasi terkait dampak lingkungannya

“Setelah RIP dirubah rencana untuk pelabuhan harus melakukan perencanaan untuk pelebaran alur apakah perlu memotong karang itu harus ada kajian khusus,” ujar Ketut Sudiarta kepada wartawan di Denpasar, Jumat (29/07/2022)

Dia menjelaskan, terkait rekomendasi diminta PT. Pelindo kepada Gubernur Bali itu baru sebatas perubahan RIP. Mesti ditandatangani Gubernur namun dikatakan sifatnya normatif lantaran permintaan itu juga dari pejabat pusat yakni Menteri Perhubungan.

Dosen tamatan IPB Bogor ini mengatakan, hal itu masih jauh dalam proses sebagai dasar telah disetujui dilakukan pemotongan terumbu karang. “Itu belum ada kajian khusus dan persetujuan masyarakat terdampak secara langsung, seperti warga Tanjung maupun masyarakat Bali lain,” ungkap Ketut Sudiarta.

Sambungnya lagi, terkait rencana PT. Pelindo semestinya terlebih dahulu melakukan sosialisasi terutama kepada pihak warga Tanjung lantaran aktivitasnya di laut bisa tergusur.

“Pada saat penyusunan RIP pertama kali orang Tanjung mesti diajak biar nanti tidak ada kesan aktivitas warga Tanjung dicaplok Pelindo,” bebernya.

Ia menuturkan, pada umumnya perusahaan itu memiliki cara atau strategi agar tidak terjadi gejolak di masyarakat.

“Biasanya, bukan Pelindo ya. Saya bukan menunjuk Pelindo. Perusahaan kan punya strategi, seolah-olah sudah sosialisasi, nanti ada orang-orang tertentu yang tanda tangan. Banyak kasus seperti itu,” singgung Ketut Suartana.

Untuk diketahui sebelumnya dikabarkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengabulkan permintaan tambahan penyertaan modal negara (PMN) PT Pelindo III (Persero). Keputusan itu tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke Dalam Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelabuhan Indonesia III.

Beleid itu ditetapkan Jokowi pada 30 Agustus 2021, dan berlaku pada tanggal yang sama. Pasal 2 ayat 1 PP tersebut menyebutkan nilai penambahan penyertaan modal negara sebesar Rp1.200.000.000.000 (Rp1,2 triliun). Sedangkan ayat 2 menyatakan penambahan penyertaan modal negara bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2021.

Yang jelas, jumlah PMN tersebut sesuai dengan permintaan Pelindo III. Seperti diberitakan yang dikutip salah satu media online menyebutkan, Pada September 2020 Pelindo III mengajukan PMN Rp1,2 triliun untuk 2021. PMN itu digunakan untuk pengembangan Pelabuhan Benoa, Bali dalam rangka menjadikannya sebagai Bali Maritime Tourism Hub (BMTH).

Direktur Utama Pelindo III waktu itu Saefudin Noor mengatakan kepada wartawan, PMN rencananya digunakan untuk pengerukan alur Pelabuhan Benoa.

“Alokasi untuk PMN Pelindo III rencana ini adalah sebesar Rp1,2 triliun yang akan diperuntukkan untuk pengerukan alur Pelabuhan Benoa di mana Pelindo III mendapat penugasan untuk pengembangan maritime tourism hub yang menjadi pintu gerbang kemaritiman di Indonesia,” katanya di Komisi VI DPR RI, Jakarta, Rabu (9/9/2020).

PMN Rp1,2 triliun ini hanya sekitar 20% dari total kebutuhan pengembangan Pelabuhan Benoa yang mencapai Rp6,14 triliun.

“Ini adalah total yang kita butuhkan untuk mengembangkan BMT Rp6,14 triliun artinya Rp1,2 triliun adalah 19,4%, hanya 20% dari total kebutuhan pengembangan ultimate BMT di Bali,” tandas Saefudin.

(rizal).

Komentar